Jumat, 25 November 2011

Pekerja Sosial di Indonesia: Dokter yang Enggan Bekerja di Rumah Sakit

Oleh: Achmad Hilman M

Istilah pekerjaan sosial mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, namun kebanyakan masyarakat yang pernah mendengar istilah pekerjaan sosial belum tentu paham secara benar mengenai apa itu profesi pekerjaan sosial.

Pekerja sosial (social worker) sebagai pelaku pekerjaan sosial (social work) sering kali dibaurkan dengan relawan dan tenaga kesejahteraan sosial atau sejenisnya. Padahal hal tersebut kurang tepat. Pekerja sosial bisa jadi relawan namun relawan belum tentu seorang pekerja sosial. Karena sejatinya tidak semua orang dapat menjadi pekerja sosial. Untuk lebih jelasnnya anda dapat melihatnya dalam UU No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial, disana dijelaskan siapa itu pekerja, sosial siapa itu tenaga kesejahteraan sosial, dan siapa itu relawan.

Pekerjaan sosial (social work) sebenarnya sudah sangat eksis dan populer di negara-negara maju seperti Amerika, Australia, dan negara-negara eropa. Bidang kajiannya pun banyak, begitu juga dengan setting-nya. Namun, apa yang menjadikan pekerjaan sosial jadi sesuatu yang asing dan belum dipahami secara benar oleh masyarakat luas?

Saya beranggapan bahwa hal itu terjadi karena ada eksklusifisme pekerja sosial yang enggan berkerja di ranah primary setting melainkan kebanyakan lebih milih bekerja di ranah secondary setting.

Sebelum berbicara lebih panjang, saya akan menjelaskan sedikit mengnai primary setting dan secondary setting dalam pekerjaan sosial. Primary setting adalah tempat dimana pekerja sosial menjadi profesi utama dalam melakukan pelayanan dan secondary setting adalah dimana pekerja sosial menjadi profesi penunjang dalam suatu pelayanan. Seperti seorang dokter, primary setting dari profesi dokter adalah di rumah sakit kemudian perawat menjadi profesi penunjangnya.

Dalam profesi pekerjaan sosial, yang menjadi primary setting-nya adalah lembaga-lembaga pelayanan sosial seperti panti-panti baik panti sosial maupun panti rehabilitasi dan LSM atau NGO. sedangkan secondary setting pekerjaan sosial salah satunya adalah di perusahaan. Pekerja sosial bisa masuk kedalam setting industri. banyak yang dapat dilakukan disana. Jika pekerja sosial masuk pada setting industri maka pekerja sosial dapat disebut sebagai pekerja sosial industri. Banyak yang dapat dilakukan disana, mulai dari konseling, menangani keselamatan kerja (K3) hingga CSR, selain itu juga pekerja sosial dapat bekerja di rumah sakit, di sekolah, di manajemen bencana alam, social entreprenurship dan masih banyak lagi.

Fenomena yang terjadi di Indonesia sekarang adalah para pekerja sosial lebih tertarik bekerja di secondary setting yang dinilai lebih menggiurkan dan menjanjikan kesejahteraan yang lebih baik ketimbang pekerja sosial bekerja pada primary setting. Tren yang sekarang sedang berkembang adalah para mahasiswa kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial berlomba-lomba untuk dapat bekerja di setting industri khususnya di bidang CSR pada perusahan-perusahan energi. Selain setting industri, ada bidang lain yang sekarang juga sedang ‘naik daun’, yaitu social entrepreneurship atau kewirausahaan sosial. Di salah satu penyelenggara penididikan pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial di Indonesia ada yang sangat mendorong mahasiswanya untuk menjadi social entrepreneur atau wirausaha sosial, sementara dorongan untuk mau bekarir melalui lembaga pelayanan sosial bisa jadi tidak sebanding dengan dorongan untuk menjadi seorang wirausaha sosial. Fenomena yang terakhir adalah, mereka (mahasiswa) mungkin lebih memilih keluar jalur keilmuan pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial daripada mereka harus bekerja pada LSM atau panti-panti baik panti sosial maupun panti rehabilitasi.

Maka yang terjadi adalah pekerja sosial bak seorang doktor yang enggan bekerja dirumah sakit. Panti-panti serta LSM atau NGO terbilang jarang di tempati oleh pekerja sosial yang seharusnya banyak terdapat pekerja sosial disana, yang siap turun ke masyarakat dan membantu memecahakan masalah di masyarakat melalui pelayanan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pelayanan sosial tersebut.

Maka wajar jika pekerjaan sosial kurang dipahami oleh masyarakat secara benar. Bahkan para praktisi LSM dan panti-panti masih terbilang sedikit yang benar-benar berlatarbelakang ilmu kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial, serta mengetahui keberadaan pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial, namun terlepas dari semua argumen diatas segala keputusan memang kembali pada individu masing-masing, dan keputusan tersebut tentu tidak bisa dikatakan salah atau benar.

Melalui tulisan ini, pemikiran yang sebenarnya ingin saya sampiakan adalah, bukan suatu kesalahan jika seorang pekerja sosial ingin bekerja di secondary setting, karena dengan adanya secondary setting tentu dapat meningkatkan bargaining postition dari pekerjaan sosial bahkan pekerjaan sosial bisa jadi memiliki bargaining postition yang lebih baik daripada dokter. Hanya saja hal tersebut bisa jadi sebuah kesalahan ketika pekerjaan sosial Indonesia dan para pekerja sosial didalamnya melupakan primary setting-nya. Maka dapat diabayangkan jika rumah sakit dilupakan oleh dokter-nya.

Kisah dari Negeri yang Menggigil


oleh: Abdurahman Faiz, 7 Juni 2005
(untuk adinda: Khaerunisa)

Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam
yang membayangi dan terus mengikuti
hinggap pada kata-kata yang tak pernah sanggup kususun
juga untukmu, adik kecil

Belum lama kudengar berita pilu yang membuat tangis seakan tak berarti
saat para bayi yang tinggal belulang mati dikerumuni lalat karena busung
lapar

Aku bertanya pada diri sendiri benarkah ini terjadi di negeri kami?
Lalu
kulihat di televisi ada anak-anak kecil memilih bunuh diri
hanya karena tak bisa bayar uang sekolah
karena tak mampu membeli mie instan
juga tak ada biaya rekreasi

Beliung pun menyerbu dari berbagai penjuru
menancapi hati mengiris sendi-sendi diri
sampai aku hampir tak sanggup berdiri
: sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?

Lalu kudengar episodemu adik kecil
Pada suatu hari yang terik
nadimu semakin lemah
tapi tak ada uang untuk ke dokter
atau membeli obat
sebab ayahmu hanya pemulung
kaupun tak tertolong

Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo
tak makan, tak minum
sebab uang tinggal enam ribu saja
mereka tuju stasiun
sambil mendorong gerobak kumuh
kau tergolek di dalamnya
berselimut sarung rombengan pias terpejam kaku
Airmata bercucuran peluh terus bersimbahan

Ayah dan abangmu akan mencari kuburan
tapi tak akan ada kafan untukmu tak akan ada kendaraan pengangkut
jenazah
hanya matahari mengikuti memanggang luka yang semakin perih
tanpa seorang pun peduli

Aku pun bertanya sambil berteriak pada diri
benarkah ini terjadi di negeri kami?

Tolong bangunkan aku, adinda
biar kulihat senyummu
katakan ini hanya mimpi buruk
ini tak pernah terjadi di sini
sebab ini negeri kaya, negeri karya.
Ini negeri melimpah, gemerlap.
Ini negeri cinta

Ah, tapi seperti duka
aku pun sedang terjaga
sambil menyesali
mengapa kita tak berjumpa, Adinda
dan kau taruh sakit dan dukamu
pada pundak ini

Di angkasa layang-layang hitam
semakin membayangi
kulihat para koruptor menarik ulur benangnya
sambil bercerita tentang rencana naik haji mereka
untuk ketujuh kalinya

Aku putuskan untuk tak lagi bertanya
pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun
sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.
aku memang sedang berada di negeriku
yang semakin pucat dan menggigil
(Abdurahman Faiz, 7 Juni 2005)



Puisi ini adalah puisi lama yang di buat oleh Abdurahman Faiz, dan mungkin sudah banyak yang membaca puisi ini. Saat puisi ini dibuat abdurahman faiz masih berusia 10 tahun. Puisi ini dibuatnya saat terjadi peristiwa kematian seorang anak yang bapak nya berprofesi sebagai pemulung dan kesulitan mencari tempat untuk memakamkanya karena biaya pemakaman yang tidak dapat dipenuhi.

Puisi ini juga dikirimkan langsung kepada presiden yang saat itu dijabat oleh Megawati.

Puisi ini sengaja di posting kembali oleh saya, agar kita kembali kepada hati nurani serta meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosial pada lingkungan sekitar. Juga agar kita dapat belajar dari sang penyair yang saat puisi ini dibuat baru berusia 10 tahun, namun memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi.

Sudahkah kita? atau mungkin anak-anak memang lebih memiliki hati nurani daripada orang dewasa?

Selasa, 22 November 2011

Tuhan, Bumi, dan Indonesia


Tuhan, Bumi, dan Indonesia
Suatu hari tuhan tersenyum puas melihat planet yang baru saja diciptakan-Nya. Malaikat pun bertanya, “ Apa yang baru saja engkau ciptakan tuhan?”. ” Lihatlah, Aku baru saja menciptakan sebuah planet biru yang bernama Bumi,” kata Tuhan sambil menambahkan beberapa awan diatas daerah hutan hujan amazon. Tuhan melanjutkan, “Ini akan menjadi planet yang luar biasa yang pernah aku ciptakan. Di planet baru ini, semuanya akan terjadi secara seimbang”.
 Lalu tuhan menjelaskan kepada malaikat tentang Benua Eropa. Di Eropa sebelah utara, Tuhan menciptakan tanah yang penuh peluang dan menyenangkan seperti Inggris, Skotlandia, dan Prancis. Tetapi di daerah itu, Tuhan juga menciptakan hawa dingin yang menusuk tulang. Di Eropa bagian selatan, Tuhan menciptakan masyarakat yang agak miskin, seperti Spanyol dan Portugal, tetapi banyak terdapat sinar matahari dan hangat serta pemandangan eksotis di Selat Giblatar.
Lalu malaikat menunjuk sebuah kepulauan sambil berseru “Lalu daerah apakah itu Tuhan?”. “O itu.” Kata Tuhan. “ itu adalah Indonesia. Negara yang sangat kaya dan sangat cantik di planet bumi. Ada jutaan flora dan fauna yang telah Aku ciptakan disana. Ada jutaan ikan segar di laut yang siap panen. Banyak sinar matahari dan hujan. Penduduknya Ku ciptakan ramah tamah, suka menolong dan kebudayaan yang beraneka warna. Mereka pekerja keras, siap hidup sederhana dan bersahaja serta mencintai seni”. Dengan terheran-heran, malaikat pun protes, “Lho katanya tadi setiap negara akan diciptakan dengan keseimbangan. Kok Indonesia baik-baik semua, dimana letak keseimbangannya?”. Lalu tuhan menjawab “Tunggu dan lihatlah bagaimana pemimpin negara ini telah berlaku dzolim kepada rakyatnya!” (Anekdot ini merupakan anekdot yang sempat saya baca di sebuah perpustakaan milik yayasan akatiga di kota bandung. Anekdot in terdapat diahalaman depan sebauh majalah kaum buruh (namun saya lupa nama majalahnya))
Anekdot tersebut sungguh dapat menggambarkan ironi yang terjadi di sebuah bangsa yang telah diciptakan sangat kaya luar biasa namun sebagian besar masyaraktanya hidup dalam kemiskinan. Ikan-ikan segar yang dipanen nyatanya hanya singgah sebentar di perahu nelayan, selebihnya membusuk dikantong-kantong sebagian kalangan. Kesiapan masyarakat untuk mau hidup sederhana disalah artikan oleh sebagai kemauan untuk hidup sengsara dalam kemiskinan, kegemaran tolong menolong di gunakan sebagai alat untuk praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme, masyarakat yang pekerja keras dianggap sebagai pekerja tanpa bayaran yang tidak diperhatikan tingkat kesejahteraanya, mencintai seni digunakan sebagai seni memperkaya diri sendiri dan seni mencurangi rakyat.
Jika dipikir, sungguh tuhan tidak akan memberikan cobaan pada hambanya jika tuhan tidak memberikan kemampuan untuk dapat menghadapi cobaan tersebut. Sungguh tuhan tidak akan memberikan wabah kemiskinan jiika tuhan tidak memberikan kemampuan pada masayrakat indonesia yang siap hidup sederhana dan prihatin, sungguh tuhan tidak akan memberikan kita lapangan pekerjaan yang sedikit jika kita tidak diberikan mental sebagai masayrakat yang pekerja keras. Tuhan juga tidak akan sampai hati memberikan lingkungan yang diskriminatif jika tuhan tidak memberikan kita bakat “seni” bertahan hidup. Sungguh tuhan tidak akan memberikan kita pemimpin yang dzolim dan gemar memperkaya diri jika tuhan tidak memberikan kita tanah yang jauh lebih kaya dari kemampuan pemimpin yang memperkaya diri. Tanah negri ini sangat kaya dan tuhan jauh lebih kaya dari negri ini. Jika tuhan tidak memberikan kita kekayaan berfisik semoga tuhan memberikan kita kekayaan jiwa dan hati dalam menjalani hidup agar kita dapat lebih bijaksana dan tidak sampai hati menjadi dzolim kepada manusia lainya sebagaiman tuhan mendzolimkan pemimpin-pemimpin kita.

Selasa, 08 November 2011

Nasibmu [lagu] Garuda Pancasila-ku

garuda pancasila
aku lelah mendukungmu
sejak proklamasi
selalu berkorban untukmu
pancasila dasar nya apa?
rakyat adil makmurnya kapan?
pribadi bangsaku
Tidak maju-maju!
tidak maju-maju!
tidak maju-maju!!
lagu garuda pancasila yang dipelesetkan oleh seorang anak jalan di Bandung dan dinyanyikan oleh Hary Roesli di istana negara-
via hilmanmusanna.tumblr.com
sumber gambar: http://www.gantibaju.com/tees/Garuda-Pancasila-01/18